Rabu, 20 April 2011

PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA


 


 


 

Upaya Administratif (Pasal 48)


 

Upaya Administratif adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh dalam menyelesaikan masalah sengketa Tata Usaha Negara oleh seseorang atau Badan Hukum Perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu Keputusan Tata Usaha Negara, dalam lingkungan administrasi atau pemerintah sendiri.


 

Dalam hal penyelesaian Keputusan Tata Usaha Negara tersebut dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain dari yang mengeluarkan Keputusan yang bersangkutan, maka prosedur tersebut dinamakan "Banding Administrasi".

Contoh : Keputusan Badan Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.


 

Dalam hal penyelesaian Keputusan Tata Usaha Negara tersebut dilakukan sendiri oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan itu, maka prosedur yang ditempuh tersebut dinamakan "Keberatan"


 

Berbeda dengan prosedur di Peradilan Tata Usaha Negara, maka prosedur Banding Administratif dan Prosedur Keberatan dilakukan penilaian secara lengkap baik dari segi penerapan hukum (rechtmatigheid) maupun dari segi kebijaksanaan (doelmatigheid) oleh instansi yang memutus.


 

Lembaga upaya administratif ini dapat dilaksanakan apabila peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dikeluarkannya Keputusan tersebut memberikan kemungkinan melalui prosedur tersebut. Pemahaman maksud Pasal 48 berguna untuk menghindari kekeliruan yang bersifat prosedural ataupun keliru memasukkan gugatan ke PTUN.


 

Aspek positif lembaga upaya administratif adalah menilai lengkap suatu keputusan baik dari aspek legalitas maupun aspek opportunitas, dan para pihak tidak dihadapkan pada basil keputusan menang atau kalah (win or loose), tetapi dengan pendekatan musyawarah.

Aspek negatif lembaga upaya administratif bisa terjadi pada tingkat obyektifitas penilaian karena badan Tata Usaha Negara yang menerbitkan keputusan kadang-kadang terkait kepentingannya secara langsung sehingga mengurangi penilaian maksimal yang seharusnya ditempuh.


 


 

Gugatan (Pasal 53)


 

Apabila di dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak ada kewajiban untuk penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara tersebut melalui Upaya Administratif, maka seseorang atau Badan Hukum Perdata tersebut dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

Gugatan adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang diajukan ke Pengadilan untuk mendapatkan putusan (Pasal 1 angka 5)


 

Hal-hal yang penting dalam pembuatan gugatan :

  1. Subjek

    Subjek atau pihak-pihak yang berperkara atau bersengketa di PTUN ada 2 (dua) pihak yaitu :

    Pihak Penggugat. Sesuai dengan ketentuan Pasal 53 ayat (1) jo Pasal 1 angka 4, yang dapat menjadi Penggugat di dalam perkara atau sengketa Tata Usaha Negara adalah seseorang atau Badan Hukum Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan dengan dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara baik di pusat maupun di daerah.

    Pihak Tergugat. Pasal 1 angka 6 bahwa Tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya.


     

    Berdasarkan wewenang yang ada padanya yang dimaksudkan adalah wewenang yang ada pada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang diperoleh dari ketentuan perundang-undangan yang berlaku yang disebut dengan kewenangan atributif.

    Kewenangan yang dilimpahkan kepadanya adalah kewenangan yang berasal dari pelimpahan wewenang adari pejabat atasan atau pejabat lain yang dapat berwujud mandat dan delegasi.

    Yang dimaksud dengan pelimpahan wewenang berwujud suatu mandat adalah bahwa pertanggungjawaban tindakan yang dilimpahkan kepada mandataris Pejabat yang diberi mandat adalah masih tetap menjadi tanggungjawab si pemberi mandat.

    Sedangkan dalam hal pelimpahan wewenang dalam bentuk delegasi maka pertanggungjawaban si pemberi delegasi (delegant) telah berpindah sepenuhnya kepada si penerima delegasi (delegatoris)


     

  2. Objek

    Keputusan Tata Usaha Negara (Pasal 1 angka 3) dan yang dipersamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara (Pasal 3)


     

  3. Bentuk dan Penandatanganan Gugatan

    Sesuai dengan Pasal 53 ayat (1), gugatan harus bersifat tertulis, hal ini dijelaskan lagi dalam Penjelasan Pasal 53 antara lain disebutkan sebagai berikut :

    1. Bentuk Gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara diisyaratkan dalam bentuk tertulis karena itu Gugatan akan menjadi pegangan Pengadilan dan para pihak selama pemeriksaan.
    2. Bagi mereka yang tidak pandai baca tulis dapat mengutarakan keinginannya untuk menggugat kepada Panitera Pengganti yang akan membantu merumuskan Gugatannya dalam bentuk tertulis.
    3. Gugatan dibuat ditandatangani oleh Penggugat atau Kuasanya atau cap dengan jari yang dilegalisir oleh Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara bagi yang tidak pandai baca tulis, tanpa dibubuhi meterai.
    4. Terhadap Gugatan yang dibuat dan ditandatangani oleh Kuasa, maka Gugatan harus dilampiri Surat Kuasanya yagn sah (Pasal 56 ayat (2))
    5. Gugatan sedapat mungkin disertai juga Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan.


 


 

  1. Tenggang Waktu Menggugat

    Gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara tidak dapat diajukan pada setiap waktu, akan tetapi dibatasi waktu tertentu antara lain :

    1. Terhadap Gugatan yang didasarkan pada obyek Gugatannya adalah Keputusan Tata Usaha Negara, maka tenggang waktu mengajukan Gugatan diatur oleh ketentuan Pasal 55 selama 90 hari.
    2. Dalam hal Gugatan diajukan dengan objek Gugatannya adalah yang dipersamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara yaitu Gugatan yang didasarkan pada Pasal 3, tenggang waktu mengajukan Gugatan diatur sebagai berikut :
      1. Pasal 3 ayat (2)

        Tenggang waktuk 90 hari dihitung setelah lewat tenggang waktu yang ditentukan dalam peraturan dasarnya, yang dihitung sejak tanggal diterimanya permohonan yang bersangkutan.

      2. Pasal 3 ayat (3)

        Tenggang waktu 90 hari dihitung setelah lewat batasnya waktu 4 bulan yang dihitung sejak tanggal diterimanya permohonan yang bersangkutan.

      3. Dalam hal peraturan dasarnya menentukan bahwa suatu Keputusan itu harus diumumkan, maka tenggang waktu 90 hari dihitung sejak hari pengumuman.


       

  2. Syarat-syarat isi Gugatan

    Di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, secata terinci tidak ada pasal-pasal atau penjelasan yang menguraikan tentang syarat-syarat bagi isi Gugatan. Tetapi dalam ketentuan Pasal 56 ada suatu syarat wajib atau harus dipenuhi dalam Gugatan apabila tidak dipenuhi akan berakibat kurang lengkapnya Gugatan tersebut, antara lain :

    1. syarat formil

      Gugatan harus memuat :

  • Nama, Kewarganegaraan, Tempat Tinggal dan Pekerjaan Penggugat atau Kuasanya
  • Nama Jabatan, Tempat kedudukan Tergugat
  1. syarat materiil

    Secara materiil suatu Gugatan harus menyebutkan atau menguraikan tentang :

  • Dasar Gugatan yang biasanya diistilahkan dengan Posita atau Fundamentum Petendi

    Berisi uraian :

    • Adanya Keputusan Tata Usaha Negara yang akan dijadikan sebagai objek Gugatan
    • Adanya kepentingan Penggugat yang merasa dirugikan dengan dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara tersebut
    • Gugatan diajukan masih dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang
    • Uraian tentang alasan-alasan menggugat sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 53 ayat (2), sebagai berikut :
      • Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
      • Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

        Yang dimaksud dengan "asas-asas umum pemerintahan yang baik" adalah meliputi asas :

        • Kepastian Hukum;

          Asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara.

        • Tertib Penyelenggaraan Negara;

          Asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penye-lenggaraan negara.

        • Keterbukaan;

          Asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asas pribadi, golongan dan rahasia negara.

        • Proporsionalitas;

          Asa yang mengutamakan keseimbangan angata hak dan kewajiban Penyelenggara Negara.

        • Profesionalitas;

          Asas yang mengutamakan keahlian yang berlan-daskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

        • Akuntabilitas;

          Asas yang menentukan bahwa setiap kehiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perun-dang-undangan yang berlaku.

        Sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.


         

      Apabila dimungkinkan dan ada alasannya yaitu tentang alasahan yang mendesak agar dapat dikeluarkan Penetapan Penundaan Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat.


     

  •  

    Tuntutan atau Petitum atau hal-hal yang diminta dalam Gugatan tidak dapat secara bebas atau leluasa, akan tetapi telah ditentukan dalam Pasal 53 ayat (1), yaitu agar Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat tersebut dinyatakan batal atau tidak sah dengan atau tanpa disertai tuntutan Ganti Rugi atau Rehabilitasi sedangkan apabila Gugatan mengenai Objek Gugatan yang dipersamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara (Pasal 3) yaitu : Memerintahkan kepada Tergugat menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang dimohon.

Contoh Gugatan


 

Hal     :    Gugatan ................................................ 2005


 

Kepada Yth.

Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara ..........................................

di

........................................................


 


 

Dengan hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama    :    .............................................................................

Kewarganegaraa    :    .............................................................................

Pekerjaan    :    .............................................................................

Alamat    :    .............................................................................


 

Yang dalam perkara ini telah memberi Kuasa Kepada Nama ................ berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor ................................... tanggal ............................................................................................................................Untuk selanjutnya disebut sebagai ......................................... Penggugat;


 

M E L A W A N


 

Menteri ............................................................................... (Nama Jabatan)

Gubernur ............................................................................ (Nama Jabatan)

Bupati/Walikota ..................................... (Nama Jabatan dan seterusnya)

Tempat Kedudukan ........................................................................................

Untuk selanjutnya disebut sebagai ............................................. Tergugat;


 

Adapun yang menjadi dasar gugatan Penggugat adalah sebagai berikut:

  • bahwa yang menjadi objek gugatan dalam perkara ini adalah Surat Keputusan Tata Usaha Negara No.: .......................... tanggal ........................ yang dikeluarkan oleh Tergugat.
  • bahwa Surat Keputusan tersebut baru diketahui oleh Penggugat pada tanggal ......................... sehingga sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, gugatan diajukan masih dalam tenggang waktu untuk menggugat.
  • bahwa dikeluarkannya Surat Keputusan Nomor: .......................................... tanggal .......................... oleh Tergugat, Kepentingan Penggugat terasa dirugikan sebab: ....................................................................................................

    ..................................................................................................... (Uraikan secara jelas dan terperinci tentang hak-hak Penggugat, kepentingan-kepentingan Penggugat yang telah dirugikan secara kronologis, sistematis dan jelas).

  • bahwa dari uraian di atas ternyata Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh Tergugat tersebut telah mengandung cacat hukum sebab telah dikeluarkan:
  1. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 53 ayat (2a) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004;
  2. Bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 53 ayat (2b) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004.


 

Catatan:

  1. Pilih salah satunya atau keduanya sesuai dengan kasusnya
  2. Dapat juga disini diuraikan tentang kemungkinan mohon dikeluarkan penetapan penundaan pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan.


 


 

Berdasarkan alasan-alasan yang diuraikan di atas, Penggugat mohon agar Pengadilan dapat memutuskan sebagai berikut:

  • Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya;
  • Menyatakan batal/tidak sah Surat Keputusan Nomor: ................................... tanggal ............................ yang dikeluarkan oleh Tergugat;
  • Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Tata Usaha Negara Nomor ............................... tanggal ........................................
  • Mewajibkan Tergugat untuk menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang dimohon oleh Tergugat.

    Catatan:

    Petitum angka 3 dan angka 4 di atas dapat dipilih sesuai dengan kasusnya.


     

  • Membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada Tergugat.


     


 

Hormat Penggugat / Kuasa,


 


 


 


 

( .................................................. )


 

Prosedur Penerimaan Perkara Gugatan Di PTUN


 


 

Di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tidak diatur secara tegas dan terperinci tentang prosedur penerimaan Perkara Gugatan di PTUN yang harus ditempuh oleh seseorang atau Badan Hukum Perdata yang akan mengajukan/ memasukkan Gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara.


 

  1. Tempat Mengajukan Gugatan

    Gugatan yang telah disusun / dibuat ditandatangani oleh Penggugat atau Kuasanya, kemudian di daftarkan di Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara yang berwenang sesuai dengan ketentuan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, antara lain:

    Ayat (1)    Gugatan sengketa Tata Usaha Negara diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Tergugat.

    Ayat (2)    Apabila Tergugat lebih dari satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan berkedudukan tidak dalam satu daerah Hukum Pengadilan, Gugatan diajukan kepada Pengadilan yang daerah Hukumnya meliputi kedudukan salah satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.

    Ayat (3)    Dalam hal tempat kedudukan Tergugat tidak berada dalam daerah hukum Pengadilan tempat kediaman Pergugat, maka Gugatan dapat diajukan ke Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat selanjutnya diteruskan kepada Pengadilan yang bersangkutan.

    Ayat (4)    Dalam hal-hal tertentu sesuai dengan sifat sengketa Tata Usaha Negara yang bersangkutan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah, Gugatan dapat diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat.

    Ayat (5)    Apabila Penggugat dan Tergugat berkedudukan atau berada di luar negeri, Gugatan diajukan kepada Pengadilan di Jakarta.

    Ayat (6)    Apabila Tergugat berkedudukan di dalam negeri dan Penggugat di luar negeri, Gugatan diajukan kepada Pengadilan di tempat kedudukan Tergugat.


     


     

  2. Administrasi di Pengadilan Tata Usaha Negara

    Panitera yang telah menerima Pengajuan Gugatan tersebut kemudian meneliti Gugatan apakah secara formal telah sesuai dengan syarat-syarat sebagaimana ditentukan oleh Pasal 56, apabila ada kekurang lengkapan dari Gugatan tersebut Panitera dapat menyarankan kepada Penggugat atau Kuasanya untuk melengkapi dalam waktu yang telah ditentukan paling lambat dalam waktu 30 hari baik terhadap Gugatan yang sudah lengkap ataupun belum selanjutnya Panitera Panitera menaksir biaya panjar ongkos perkara yang harus dibayar oleh Penggugat atau Kuasanya yang diwujudkan dalam bentuk SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar) atau antara lain: Biaya Kepaniteraan; Biaya Meterai; Biaya Saksi; Biaya Saksi Ahli; Biaya Alih Bahasa; Biaya Pemeriksaan Setempat; Biaya lain untuk penebusan Perkara.


     

    Gugatan yang telah dilampiri SKUM tersebut kemudian diteruskan ke Sub Bagian Kepaniteraan Muda Perkara untuk penyelesaian administrasi lebih lanjut. Atas dasar SKUM tersebut kemudian Penggugat atau Kuasanya dapat membayar di kasir )di bagian Kepaniteraan Muda Perkara) dan atas pembayaran tersebut kemudian dikeluarkan, kwitansi pembayaran-nya. Gugatan yang telah dibayar panjar biaya perkara tersebut kemudian didaftarkan di dalam buku register perkara dan mendapat nomor register perkara.


     

    Gugatan yang sudah didaftarkan dan mendapat nomor register tersebut kemudian dilengkapi dengan formulir-formulir yang diperlukan dan Gugatan tersebut diserahkan kembali kepada Panitera dengan buku ekspedisi penyerahan berkas.

    Selanjutnya berkas perkara gugatan tersebut oleh Panitera diteruskan / diserahkan kepada Ketua Pengadilan untuk dilakukan Penelitian terhadap Gugatan tersebut, yaitu dalam proses dismissal ataupun apakah ada permohonan penundaan pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat, beracara cepat maupun ber-Acara cuma-cuma.


 


 

Proses Pemeriksaan Gugatan Di PTUN


 

Di Pengadilan Tata Usaha Negara suatu Gugatan yang masuh terlebih dahulu harus melalui beberapa tahap pemeriksaan sebelum dilaksanakan Pemeriksaan di dalam Persidangan yang terbuka untuk umum.

Apabila dilihat dari Pejabat yang melaksanakan pemeriksaan ada 3 (tiga) Pejabat yaitu Panitera, Ketua dan Hakim / Majelis Hakim, akan tetapi apabila dilihat dari tahap-tahap materi Gugatan yang diperiksa ada 4 tahap pemeriksaan yang harus dilalui antara lain:


 

Tahap I

Adalah tahap penelitian Administrasi dilaksanakan oleh Panitera atau staf Panitera yang ditugaskan oleh Panitera untuk melaksanakan Penilaian Administrasi tersebut.


 

Tahap II

Dilaksanakan oleh Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara, dan pada tahap ke II tersebut Ketua memeriksa Gugatan tersebut antara lain:

  1. Proses Dismissal, yaitu memeriksa Gugatan tersebut apakah Gugatannya terkenal Dismissal, ataukah tidak, apabila terkena dismissal artinya gugatan tersebut memenuhi salah satu syarat yang ditentukan dalam Pasal 62 ayat (1) huruf a sampai e, maka Ketua dapat mengeluarkan Penetapan Dismissal yang menyatakan Gugatan tidak diterima atau tidak berdasar.

    Sedangkan apabila ternyata Gugatan tersebut tidak memenuhi salah satu syarat ketentuan Pasal 62 ayat (1) huruf a – e, maka dengan suatu penetapan ditetapkan bahwa Gugatan tersebut telah lolos Dismissal dan sekaligus dapat ditentukan bahwa perkara tersebut dapat diperiksa dengan acara biasa dan dapat pula ditunjuk Hakim/Majelis yang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara yang berupa Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.


     

  2. Ketua dapat juga memeriksa apakah di dalam Gugatan tersebut ada Permohonan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat ataukah tidak, dan sekaligus dapat mengeluarkan Penetapan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat dan bersifat sementara yaitu apabila permohonan tersebut memenuhi syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 67 ayat (4).


 

  1. Ketua dapat juga memeriksa apakah ada permohonan Pemeriksaan dengan cuma-cuma ataukah tidak juga dapat mengeluarkan Penetapan apakah dapat diterima permohonan tersebut ataukah tidak dengan mendasarkan pada ketenuan Pasal 60 jo Pasal 61.


 

  1. Ketua dapat juga memeriksa apakah dalam Gugatan tersebut ada permohonan untuk diperiksa dengan acara cepat ataukah tidak dan juga Ketua dapat mengeluarkan Penetapan apakah permohonan tersebut dapat dikabulkan ataukah tidak dengan mendasarkan pada ketentuan Pasal 98 jo Pasal 99.


 

  1. Ketua dapat pula menetapkan bahwa Gugatan tersebut diperiksa dengan acara biasa dan sekaligus dapat menunjuk Majelis Hakim yang memeriksanya.


 

Tahap III

Setelah Majelis Hakim menerima berkas perkara sesuai dengan Penetapan Penunjukan Majelis Hakim yang menyidangkan perkara tersebut yang dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara, selanjutnya Majelis Hakim wajib melaksanakan Pemeriksaan Persiapan sesuai dengan ketentuan Pasal 63.


 

Tahap IV

Setelah dilaksanakan Pemeriksaan Persiapan terhadap Gugatan kemudian Majelis menetapkan untuk pemeriksaan Gugatan tersebut di dalam Persidangan yang terbuka untuk umum.

BAGAN PROSES PEMERIKSAAN GUGATAN

DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

Prosedur Dismissal/Prosedur Penolakan (Pemeriksaan Dengan Acara Singkat)


 


 

Prosedur dismissal / Prosedur Penolakan adalah suatu proses penelitian terhadap Gugatan yang termasuk di Pengadilan Tata Usaha Negara pada tahap ke II yang dilakukan oleh Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara.


 

Di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 juga didalam penjelasannya istilah Prosedur Dismissal/Prosedur Penolakan, tidak ditemui, tetapi eksistensinya tentang adanya penolakan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (Ketua PTUN) terhadap Gugatan-gugatan yang memenuhi syarat-syarat untuk dapat ditolak sebelum dilanjutkan pemeriksaan oleh Hakim, diatur dalam Pasal 62.


 

Sedangkan istilah Prosedur Dismissal tersebut dapat ditemui dalam keterangan Pemerintah dihadapan sidang Paripurna DPR RI mengenai rancangan Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang disampaikan oleh Menteri Kehakiman Ismael Saleh, SH tanggal 29 Apeil 1986.


 

  1. Proses

    Oleh karena Pasal 62 tidak mengatur secara terperinci tentang prosedur Dismissal tersebut, maka Mahkamah Agung Republik Indonesia, di dalam SEMA Nomor 2 Tahun 1991 tentang petunjuk pelaksanaan beberapa ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 pada angka II, pada pokoknya antara lain sebagai berikut:

    1. Prosedur Dismissal dilaksanakan oleh Ketua dan dapat juga menunjuk seorang Hakim sebagai Reporteur (Raportir)
    2. Pemeriksaan Dismissal dilaksanakan dalam Rapat Permusyawaratan (didalam kamar Ketua) atau dilaksanakan secara singkat.
    3. Ketua Pengadilan berwenang memanggil dan mendengarkan keterangan para pihak sebelum menentukan penetapan Dismissal apabila dianggap perlu.
    4. Penetapan Dismissal berisi gugatan dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar dan penetapan tersebut ditandatangani oleh Ketua dan Panitera Kepala / Wakil Panitera (Wakil Ketua dapat pula menandatangani penetapan dismissal hal Ketua berhalangan)
    5. Penetapan Dismissal diucapkan dalam rapat permusyawaratan sebelum hari persidangan ditentukan dengan memanggil kedua belah pihak untuk mendengarkannya.


     

  2. Alasan-alasan

    Tentang alasan-alasan dismissal telah ditentukan secara limitatif dalam Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, antara lain:

    1. Pokok gugatan nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang pengadilan;
    2. Syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak terpenuhi oleh penggugat sekalipun ia telah diberitahu dan diperingatkan;
    3. Gugatan tersebut tidak berdasarkan pada alasan-alasan yang layak;
    4. Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat;
    5. Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya.


     

  3. Perlawanan Terhadap Penetapan Dismissal

    Ketentuan Pasal 62 ayat (3) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 telah mengatur perlawanan terhadap penetapan dismissal yang dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara, untuk lengkapnya berbunyi sebagai berikut:

    1. Terhadap penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diajukan perlawanan kepada Pengadilan dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah diucapkan;
    2. Perlawanan tersebut diajukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56


     

    Dalam hal perlawanan tersebut dibenarkan oleh Pengadilan, maka penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) gugur demi hukum dan pokok gugatan akan diperiksa, diputus dan diselesaikan menurut acara biasa.

    Terhadap putusan mengenai perlawanan itu tidak dapat digunakan upaya hukum.


     

  4. Cara Pemeriksaan Perlawanan

    Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tidak mengatur tentang cara pemeriksaan terhadap perlawanan penetapan dismissal, akan tetapi diatur didalam Surat MARI No. 224/Td TUN/X/1993 tanggal 14 Oktober 1993 perihal Juklak yang dirumuskan dalam Pelatihan Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Tahap III pada angka VII.1 sebagai berikut:

    1. Pemeriksaan terhadap perlawanan atas penetapan Dismissal (Pasal 62 ayat (3) sampai dengan ayat (6) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004) tidak perlu sampai memeriksa materi gugatannya seperti memeriksa bukti-bukti, saksi-saksi ahli dan sebagainya, sedangkan penetapan Dismissal harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
    2. Barulah kalau perlawanan tersebut dinyatakan benar, maka dimulailah pemeriksaan terhadap pokok perkaranya;
    3. Majelis yang memeriksa pokok perkaranya adalah majelis yang sama dengan yang memeriksa gugatan perlawanan tersebut, tetapi dengan penetapan Ketua Pengadilan, jadi tidak dengan secara otomatis;
    4. Pemeriksaan gugatan perlawanan dilakukan secara tertutup, akan tetapi pengucapan putusannya harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.


 


 

Pemeriksaan Persiapan


 

Acara Pemeriksaan Persiapan dilakukan oleh Hakim setelah seluruh proses sudah dilalui. Pemeriksaan Persiapan diatur dalam Pasal 63:

  1. Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, Hakim wajib mengadakan pemeriksaan persiapan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas.
  2. Dalam pemeriksaan persiapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim:
    1. wajib memberi nasihat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatan dan melengkapinya dengan data yang diperlukan dalam jangka waktu tiga puluh hari;
    2. dapat meminta penjelasan kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan.
  3. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a penggugat belum menyempurnakan gugatan, maka Hakim menyatakan dengan putusan bahwa gugatan tidak dapat diterima.
  4. Terhadap putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak dapat digunakan upaya hukum, tetapi dalam diajukan gugatan baru.


 

Dalam Pasal 63 ditentukan bahwa sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, (Majelis) Hakim wajib mengadakan pemeriksaan persiapan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas.


 

Maksud diadakannya pemeriksaan persiapan tersebut, menurut penjelasan dalam undang-undang dikatakan bahwa:

"Ketentuan ini merupakan kekhususan dalam proses pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara. Kepada Hakim diberikan kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan persiapan sebelum memeriksa pokok sengketa. Dalam kesempatan ini Hakim dapat meminta penjelasan kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan demi lengkapnya data yang diperlukan untuk gugatan itu. Wewenang Hakim itu untuk mengimbangi dan mengatasi kesulitan seseorang sebagai penggugat dalam mendapatkan informasi atau data yang diperlukan bahwa dari Badan atau Pejabat Tata Usaha mengingat bahwa penggugat dan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara kedudukannya tidak sama".


 

Menurut pasal tersebut, pemeriksaan persiapan ini berupa:

  1. pemberian nasihat yang dipandang perlu kepada Penggugat agar ia memperbaiki gugatannya dan melengkapi dengan data yang diperlukan yang berkaitan dengan sengketa itu dalam tenggang waktu 30 hari; kalau kesempatan tersebut tidak dapat ia pergunakan sebaik-baiknya gugatannya akan dinyatakan tidak diterima.
  2. permintaan penjelasan kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan (Tergugat);


 

Jadi pemeriksaan persiapan itu dilakukan Hakim sebelum memeriksa pokok perkara dan dilakukan tidak di muka sidang di muka umum. Katakanlah dalam ruang kerja Hakim yang bersangkutan. Dalm periode pemeriksaan persiapan itu, dilakukan pengumpulan dokumen-dokumen atau informasi-informasi resmi diperlukan yang berkaitan dengan sengketa yang sedang diperiksa baik dari pihak Tergugat maupun dari instansi-instansi lain.


 

Tujuan diadakannya pemeriksaan persiapan ini adalah untuk meletakkan sengketanya dalam peta, baik mengenai objeknya serta fakta-faktanya maupun mengenai merites atau problema hukumnya yang harus dijawab nanti.


 

Pengumpulan data-data tertulis tersebut terdiri atas:

  1. keterangan-keterangan resmi dari pihak Pemerintah;
  2. keterangan-keterangan resmi lainnya yang diperlukan yang mungkin juga didapat dari pihak ketiga;
  3. pendapat dan dalil-dalil dari para pihak sendiri.


 

Pemeriksaan persiapan ini segera dimulai setelah penelitian yang bersifat administratif yang dilakukan staf Kepaniteraan selesai dan setelah Ketua Pengadilan tidak menyatakan gugatan yang masuk itu tidak diterima atau tidak berdasar Pasal 62 (Dismissal) dan menetapkan gugatan itu harus diperiksa dengan acara biasa oleh Majelis yang ditetapkannya.

Pemeriksaan persiapan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas ini merupakan bagian dari proses mematangkan perkara itu kemudian diperiksa pokok sengketanya di muka sidang di muka umum.


 

Kegunaan dari adanya pemeriksaan persiapan adalah agar pemeriksaan mengenai pokok sengketa di muka sidang itu dapat berjalan lancar, sebab pada akhirnya pemeriksaan persiapan itu diharapkan Majelis telah memperoleh gambaran yang jelas mengenai aspek-aspek yang berkaitan dengan objek perselisihan, fakta-fakta serta problema hukum yang tedapat dalam sengketa yang bersangkutan. Sehingga pada saat dimulai pemeriksaan di muka sidang mengenai pokok sengketa sudah dapat ditentukan arah dari pemeriksaan yang akan dilaksanakan.


 


 

Pemeriksaan Dengan Acara Cepat


 

Salah satu ciri khusus beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah adanya Pemeriksaan suatu gugatan yang telah masuk diperiksa dengan acara cepat.

Ketentuan yang mengatur mengenai pemeriksaan dengan acara cepat terdapat dalam Pasal 98 dan 99, yang berbunyi:


 

Pasal 98

  1. Apabila terdapat kepentingan penggugat yang cukup mendasar yang harus disimpulkan dari alasan-alasan permohonannya, penggugat dalam gugatannya dapat memohon kepada pengadilan supaya pemeriksaan sengketa dipercepat;
  2. Ketua Pengadilan dalam jangka waktu 14 hari dari setelah diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengeluarkan penetapan tentang dikabulkannya atau tidak dikabulkannya permohonan tersebut;
  3. Terhadap penetapannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat digunakan upaya hukum.


 

Pasal 99

  1. Pemeriksaan dengan Acara Cepat dilakukan dengan Hakim Tunggal;
  2. Dalam hal permohonan sebagaimana hal dimaksud dalam pasal 98 ayat (1) dikabulkan, Ketua Pengadilan dalam jangka waktu 7 hari setelah dikeluarkannya penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) menentukan hari, tempat dan waktu sidang tanpa melalui prosedur pemeriksaan persiapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 63.
  3. Tenggang waktu untuk jawaban dan pembuktian bagi kedua belah pihak masing-masing ditentukan tidak melebihi 16 hari.


 

 

  1. Permohonan untuk beracara cepat tersebut harus diuraikan sekaligus gugatannya disertai dengan alasan-alasannya.
  2. Alasan yang dapat dipakai sebagai dasar untuk dapat diajukan permohonan dengan acara cepat adalah apabila kepentingan penggugat cukup mendesak. Sebagai contoh adalah surat perintah tentang pembongkaran bangunan yang dihuni penggugat.
  3. Gugatan penggugat tersebut setelah melalui penelitian administrasi kemudian oleh Ketua setelah diteliti dalam Rapat Permusyawaratan dalam waktu 14 hari sejak diterimanya permohonan, dikeluarkan penetapan tentang dapat dikabulkannya atau tidak permohonan dengan beracara cepat tersebut.
  4. Terhadap permohonan yang tidak dikabulkan tidak ada upaya hukumnya.
  5. Sedangkan terhadap permohonan yang dikabulkan dalam penetapan Ketua tersebut sekaligus menunjuk Hakim Tunggal untuk memeriksa perkara tersebut.
  6. Hakim Tunggal yang ditunjuk dalam jangka waktu 7 hari setelah dikeluarkannya penetapan dikabulkan serta ditunjuknya Hakim Tunggal untuk memeriksa perkara tersebut segera menentukan hari, tempat, dan waktu sidang tanpa melalui prosedur pemeriksaan persiapan.
  7. Tenggang waktu untuk menjawab dan pembuktian masing-masing pihak ditentukan tidak melebihi 14 hari.


 

Keuntungan dan kerugian


 

Keuntungannya adalah bagi pihak penggugat daoat segera mendapatkan kepastian tentang benar tidaknya gugatannya. Begitu juga bagi pihak tergugat dapat dengan cepat mengetahui apakah tindakan menerbitkan keputusan tersebut benar menurut hukum atau tidak.


 

Kerugiannya adalah bagi piha ketiga yang merasa kepentingannya dirugikan dengan dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara tersebut tidak ada kesempatan untuk dapat masuk sebagai pihak intervensi; sedangkan kerugian yang lainnya adalah karena cepatnya waktu yang disediakan, maka kemungkinan pembuktian dengan secara lengkap tidak dapat dipakai.


 


 

Pemeriksaan Dengan Acara Biasa


 

Tujuan yang ingin dicapai dengan menerapkan acara biasa adalah untuk memperoleh suatu putusan Pengadilan yang final yang baik dan berbobot yang didasarkan atas hasil pemeriksaan yang cermat dan teliti mengenai dasar-dasar dan latar belakang dari sengketa yang diajukan, mengenai kadar kebenaran dari dalil-dalil yang diajukan para pihak maupun dasar-dasar hukum dari perkaranya.


 

Prosedur biasa ini dilakukan untuk memperoleh putusan mengenai pokok sengketanya: untuk menyatakan Keputusan TUN (Penetapan Tertulis) yang digugat itu bersifat melawan hukum atau tidak, sah atau tidak, harus dibatalkan atau tidak.

Acara ini memberi kesempatan kepada kedua pihak untuk saling mengadakan tukar menukar surat-surat dan dokumen-dokumen, untuk meminta pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas perintah Pengadilan, untuk melihat berkas perkara, dan akhirnya suatu pemeriksaan di muka sidang yang terbuka untuk umum, dimana para pihak dapat mengajukan saksi-saksi, saksi ahli, dan sebagainya.


 

Prosedur biasa ini selalu mengakhiri gugatan itu dengan putusan mengenai pokok sengketanya. Tetapi sampai penyelesaian acara biasa ini selalu memakan waktu yang lama. Dapat diperkirakan akan memakan waktu antara setengah tahun, satu tahun atau dua tahun. Lamanya waktu tersebut adalah karena demi untuk cermatnya pemeriksaan, kepada para pihak itu selalu secara berturut-turut dan bergantian harus diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya mengenai segala hal yang terjadi selama proses berjalan.


 

Proses acara biasa dimulai dengan: a) Surat Gugatan menurut Pasal 56 dengan dasar dan alasan gugatan berdasarkan Pasal 53 ayat (2); b) Penelitian segi administrasi oleh staf Kepaniteraan; c) Pemeriksaan persiapan (Pasal 63) sebagaimana telah diuraikan terlebih dahulu.


 


 

Pemanggilan Para Pihak


 


 

1 komentar: