Peraturan Perundang-undangan RI yang mengatur Kesempatan bagi masyarakat untuk melakukan pengelolaan sumber daya alam
- Undang Undang Nomor 10 tahun 1992 tentang Kependudukan dan Keluarga Sejahtera.
Undang Undang ini menjamin sepenuhnya hak penduduk Indonesia atas wilayah warisa adat mengembangkan kebudayaan masyarakat hukum adat. Dalam Pasal 6 (b) menyatakan : ….hak penduduk sebagai anggota masyarakat yang meliputi hak untuk mengembangkan kekayaaan budaya, hak untuk mengembangkan kemampuan bersama sebagai kelompok, hak atas pemanfaatan wilayah warisan adat, serta hak untuk melestarikan atau mengembangkan perilaku budayanya.
- Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 tahun 1960
Dasar hukum yang dapat digunakan untuk memberikan hak pengelolaan terhadap sumberdaya hutan bagi masyarakat hukum adat adalah Undang Undang Nomor 5 Tahu 1960 pasal 2 ayat 4 (UUPA), Hak menguasai dari negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan – ketentuan peraturan pemerintah. Dengan demikian hak masyarakat hukum adat untuk mengelola sumberdaya hutan adalah hak yang menurut hukum nasional bersumber dari pendelegasian wewenang hak menguasai negara kepada masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Walaupun dalam masyaraka hukum adat diposisikan sebagai bagian subordinat dari negara, dengan pernyataan pasal ayat 4 ini membuktikan bahwa keberadaan masyarakat adat tetap tidak dapat dihilangka
- Undang Undang Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang
Bentuk pengelolaan sumberdaya alam berdasarkan hukum adat juga dijamin oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, dalam Penjelasan pas 4 ayat 2 dari Undang Undang tersebut menyatakan bahwa Penggantian yang layak diberikan pada orang yang dirugikan selaku pemegang hak atas tanah, hak pengelolaa sumberdaya alam seperti hutan, tambang, bahan galian, ikan dan atau ruang yang dapat mebuktikan bahwa secara langsung dirugikan sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan sesuai dengan rencana tata ruang dan oleh perubahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang. Hak tersebut didasarkan atas ketentuan perundang-undangan ataupun atas dasar hukum adat dan kebiasaan yang berlaku.
- Undang Undang Nomor 11 tahun 1974 tentang Pengairan
Pada Undang-Undang Nomor 11 tahun 1974 tentang Pengairan, dijumpai ada satu pasal yang berkenaan dengan hukum adat yaitu pasal 3 ayat 3 yang menyatakan bahwa pelaksanaan atas ketentuan tentang hak menguasai dari negara terhadap air tetap menghormati hak yang dimiliki oleh masyarakat adat setempat sepanjang yang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.
- Undang Undang Nomor 5 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Kehutanan.
Masyarakat hukum adat mempunyai hak untuk memungut hasil hutan dari hutan ulayat untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat hukum adat dan anggota-anggotanya. Peraturan- peraturan yang mengatur hak memanfaatkan sumberdaya hutan dapat dijelaskan antara lain pada Pasal 17 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Kehutanan : Pelaksanaan hak-hak masyarakat adat, hukum adat dan anggota- anggotanya serta hak-hak perseorangan untuk mendapatkan manfaat dari hutan, baik langsung maupun tidak langsung yang didasarkan atas sesuatu peraturan hukum, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, tidak boleh mengganggu tercapainya tujuan-tujuan yang dimaksud dalam Undang-Undang ini. Saat ini undang-undang ini telah diganti dengan terbitnya Undang-Undang Kehutanan no 41 tahun 1999. Pada pasal 1 ayat 6 dalam ketentuan umum dikatakan bahwa: Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyatakat hukum adat Sehingga walaupun hutan adat diklasifikasikan sebagai kawasan hutan negara tetapisebenarnya, negara mengakui adanya wilayah masyarakat hukum adat. Dalam Pasal 67 ayat 2 dikatakan; Pengukuhan keberadaan dan hapusnya masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan dengan Peraturan Daerah
- Undang-undang no 5 tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Internasional mengenai Keanekaragaman Hayati (United Nation Convention on Biological Diversity)
Dalam pasal 8 mengenai konservasi in-situ dalam huruf j dikatakan;… menghormati, melindungi dan mempertahankan pengetahuan, inovasi-inovasi dan praktik-praktik masyarakat asli (masyarakat adat) dan lokal yang mencerminkan gaya hidup berciri tradisional, sesuai dengan koservasi dan pemanfaatan seara berkelanjutan keanekaragaman hayati dan memajukan penerapannya secara lebih luas dengan persetujuan dan keterlibatan pemilik pengetahuan, inovasi-inovasi dan praktik tersebut semacam itu dan mendorong pembagian yang adil keuntungan yang dihasilkan dari pendayagunan pengetahuan, inovasi-inovasi dan praktik-praktik semcam itu. Selanjutnya dalam pasal 15 butir 4 dikatakan;Akses atas sumber daya hayati bila diberikan, harus atas dasar persetujuan bersama (terutama pemilik atas sumber daya).
- Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah mengatur Panitia Ajudikasi yang melakukan pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai suatu obyek hak antara lain dalam penjelasan Pasal 8c dikatakan…memungkinkan dimasukkannya Tetua Adat yang mengetahui benar riwayat/kepemilikan bidang-biang tanah setempat dalam Panitia Ajudikasi, khususnya di daerah yang hukum adatnya masih kuat. Sedangkan dalam memberikan pedoman bagaimana Pembuktian Hak Lama dalam pasal 24 ayat 2 dikatakan Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1, bukti tertulis tau keterangan yang kadar kebenaranya diakui Tim Ajudikasi ), pembuktian hak dapat dilakukan berdasarkan penguasan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut…dengna syarat; a. penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka.. serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya b. penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dilakukan dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/keluruhan yang bersangkutan atau pihak-pihak lainnya. Mengenai bentuk penerbitan hak atas tanah dikenal dua bentuk hak 1. Hak yang terbukti dari riwayat tanah tersebut didapat dari tanah adat mendapatkan Pengakuan hak atas tanah oleh Pemerintah sedangkan yang ke 2 adalah Hak yang tidak terbukti dalam riwayat lahannya didapat dari hak adat tetapi dari tanah negara maka mendapatkan pemberian Hak atas tanah oleh Pemerintah. Sehingga jelaslah posisi pemerintah dalam mengakomodir hak-hak atas tanah adat yaitu bukan memberikan hak tetapi mengakui hak yang ada.
- Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 1999 .
Pada Pasal 27 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor. 6 Tahun 1999 tentang Pengusahaan Hutan dan Pemungutan Hasil Hutan pada Hutan Produksi disebutkan bahwa : Masyarakat Hukum Adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya berdasarkan Peraturan Pemerintah ini diberikan hak memungut hasil hutan untuk memenuhi keperluan hidup sehari-hari. Dengan di syahkannya UU Kehutanan no 41 tahun 1999, maka PP 6 harus diganti dan saat ini sedang disiapkan RPP Hutan Adat (atau dengan nama lain) dengan memberikan Hak Pengelolaan kepada Masyarakat Adat untuk mengelola sumber daya alamnya.
- Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1976
Kemudian pada Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1976 tanggal 13 Januari 1976 tentang sinkronisasi pelaksanan tugas bidang keagrarian dengan bidang kehutanan, pertambangan, transmigrasi dan pekerjaan umum, Bagian VI angka 20 disebutkan bahwa Dalam hal sebidang tanah yang dimaksudkan pada (ad ii) terdapat tanah yang dikuasai oleh penduduk atau masyarakat hukum adat dengan suatu hak yang sah, maka hak itu dibebaskan terlebih dahulu oleh pemegang Hak Pengusahaan Hutan dengan memberikan ganti rugi kepada pemegang hak tersebut untuk kemudian dimohonkan haknya dengan mengikuti tatacara dalam peraturan perundang-undangan agraria yang berlaku.
- Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Permen yang dijanjikan Menteri Agraia untuk mengakui keberadan tanah ulayat dalam saresehan Kongres Masyarakat Adat Nusantara ini diterbitkan tgl 24 Juni 1999 mendefinisikan Hak Ulayat dalam pasal 1 ayat 1 sbb: Hak ulayat dan yang serupa itu dari masyarakat hukum adat, (untuk selanjutnya disebut hak ulayat), adalah kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turuntemurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkuta
THANKS
BalasHapusThe Man Titanium Arctite Rings | Titanium Arts
BalasHapusBuy titanium legs The Man Titanium Arctite titanium headers Rings online at Titanium Arts today. race tech titanium Find great titanium vs ceramic deals up to 70% off with lowest price on titanium wood stove Titanium Arts.