Sabtu, 19 Februari 2011

Bentuk-bentuk Tindak Pidana Korupsi

Menurut J. Soewartojo ada beberapa bentuk/jenis tindak pidana korupsi, yaitu sebagai berikut:
  1. Pungutan liar jenis tindak pidana, yaitu korupsi uang negara, menghindari pajak dan bea cukai, pemersan dan penyuapan.
  2. Pungutan liar jenis pidana yang sulit dibuktikan, yaitu komisi dalam kredit bank, komisi tender proyek, imbalan jasa dalam pemberian izin-izin, kenaikan pangkat, punggutan terhadap uang perjalanan, pungli pada pos-pos pencegatan dijalan,pelabuhan dan sebagainya.
  3. Pungutan liar jenis pungutan tidak sah yang dilakukan oleh Pemda, yaitu punggutan  yang dilakukan tanpa ketetapan berdasarkan peraturan daerah, tetapi hanya dengan surat-surat  keputusan saja.
  4. Penyuapan, yaitu seorang penguasa menawarkan uang atau jasa lain kepada seseorang atau keluarganya untuk suatu jasa bagi pemberi uang.
  5. Pemerasan, yaitu orang yang mememang kekuasaan menuntut pembayaran uang atau jasa lain sebagai ganti atau timbal balik fasilitas yang diberikan.
  6. Pencurian, yaitu orang yang berkuasa menyalahgunakan kekuasaannya dan mencuri harta rakyat, langsung atau tidak langsung.
  7. Nepotisme, yaitu orang  yang berkuasa memberikan kekuasaan dan fasilitas pada keluarga atau kerabatnya, yang seharusnya orang lain juga dapat atau berhak bila dilakuka secara adil.
Menurut Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa Anti Korupsi 2003 (disingkat KAK 2003) ada 4 macam tipe tindak pidana korupsi sebagai berikut :
  1. Tindak Pidana Korupsi Penyuapan Pejabat-Pejabat Publik Nasional (Bribery of National Public Officials)Ketentuan tipe tindak pidana korupsi ini diatur dalam ketentuan Bab III tentang kriminalisasi dan penegakan hukum (Criminalization and Law Enforcement) dalam Pasal 15, 16, dan 17 KAK 2003. Pada ketentuan Pasal 15 diatur mengenai penyuapan pejabat-pejabat publik nasional (Bribery of National Public Officials) yaitu dengan sengaja melakukan tindakan janji, menawarkan atau memberikan kepada seorang pejabat publik secara langsung atau tidak langsung suatu keuntungan  yang tidak pantas (layak), untuk pejabat tersebut atau orang lain atau badan hukum agar pejabat yang bersangkutan bertindak atau menahan diri dari melakukan suatu tindakan dalam melaksanakan tugas resminya. Kemudian, terhadap penyuapan pejabat-pejabat publik asing dan pajabat-pejabat dari organisasi internasional publik (bribery og foreign public officials and officials of public international organization) diatur dalam ketentuan Pasal 16 dan pengelapan, penyelewengan atau pengalihan kekayaan dengan cara lain oleh seorang pejabat publik diatur dalam ketentuan Pasa 17 KAK 2003.
  2. Tindak Pidana Korupsi Penyuapan di Sektor Swasta (Bribery in the private Sector).
    Tipe tindak pidana korupsi jenis ini diatur dalam ketentuan Pasal 21, 22 KAK 2003.
    Ketentuan tersebut menentukan setiap negara peserta konvensi mempertimbangkan kejahatan yang dilakukan dengan sengaja dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan ekonomi, keuangan dan perdagangan menjanjikan, menawarkan atau memberikan, secara langsung atau tidak langsung, suatu keuntungan yang tidak semestinya kepeda seseorang yang memimpin atau berkerja pada suatu badan disektor swasta untuk diri sendiri atau orang lain melanggar tugasnya atau secara melawan hukum. Apabila dibandingkan, ada korelasi erat antara tipe tindak pidana korupsi penyuapan disektor publik maupun swasta.
  3. Tindak Pidana Korupsi Terhadap Perbuatan Memperkaya Secara Tidak Sah (Ilicit Enrichment).
    Pada asasnya, tindak pidana korupsi perbuatan memperkaya secara tidak sah (Ilicit Enrichment) diatur dalam ketentuan Pasal 20 KAK 2003.
    Ketentuan Pasal 20 KAK 2003 mewejibkan kepada setiap negara peserta konvensi mempertimbangkan dalam prinsip-prinsip dasar sistem hukumnya untuk menetapkan suatu tindak pidana bila dilakukan dengan sengaja, memperkaya secara tidak sah yaitu suatu kenaikan yang berarti dari aset-aset seorang pejabat publik yang tidak dapat dijelaskan secara masuk akal berkaitan dengan pendapatannya yang sah. Apabila dijabarkan, kriminalisasi perbuatan memperkaya diri sendiri sebagai tindak pidana yang berdiri sendiri mempunyai implikasi terhadap ketentuan Pasal 2 UU No 31 tahun 1999 khususnya unsur kerugian negara yang bukan sebagai anasir esensial dalam Pasal 3 butir 2 KAK 2003.
  4. Tindak Pidana Korupsi Terhadap Memperdagangkan Pengaruh (Trading in Influence).
    Tindak pidana korupsi ini diatur dalam ketentuan Pasal 18 KAK 2003. Tipe tindak pidana korupsi baru dengan memperdagankan pengaruh (Trading in Influence) sebagai perbuatan yang dilakukan dengan sengaja menjanjikan, menawarkan atau memberikan kepeda seseorang pejabat publik atau orang lain, secara langsung atau tidak langsung, suatu keuntungan yang tidak semestinya, agar pejabat publik itu menyalahgunakan pengaruhnya yang nyata, atau yang diperkirakan, suatu keuntungan yang tidak semestinya bagi si penghasut asli tindakan tersebut atau untuk orang lain
    Lebih lanjut Syed Husen Alatas menyatakan bahwa korupsi itu dapat dikelompokkan ke dalam beberapa bentuk, sebagai berikuti:
    1. Korupsi Transaktif. Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi yang dilakukan atas dasar kesepakatan timbal balik antara pihak pemberi dan pihak penerima dari keuntungan peribadi masing-masing pihak dan kedua pihak sama-sama aktif melakukan usaha untuk mencapai keuntungan tersebut
    2. Korupsi Ekstortif (Memeras). Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi dimana terdapat unsur paksaan, yaitu pihak pemberi dipaksa untuk melakukan penyuapan guna mencegah terjadinya kerugian bagi dirinya, kepentingannya, orang-orang, atau hal-hal yang penting baginya
    3. Korupsi Nepotistik (Perkerabatan). Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi dengan melakukan penunjukan secara tidak sah terhadap kawan atau kerabat untuk memegang suatu jabatan publik, atau tindakan yang memberikan perlakuan istimewa dalam bentuk uang atau bentuk lain kepada mereka secara bertentangan dengan norma atau ketentuan yang berlaku
    4. Korupsi Investif. Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi yang berwujud pemberian barang atau jasa tanpa ada keterkaitan langsung dengan keuntungan tertentu, melainkan mengharapkan suatu keuntungan yang akan diperoleh di masa depan
    5. Korupsi Suportif (Dukungan). Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi yang berbetuk upaya penciptaan suasana yang dapat melanggengkan, melindungi dan memperkuat korupsi yang sedang dijalankan
    6. Korupsi Autogenik. Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi yang dilakukan secara individual untuk mendapatkan keuntungan karena memahami dan mengetahui serta mempunyai peluang terhadap obyek korupsi yang tidak diketahui oleh orang lain
    7. Korupsi Defensif. Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi yang dilakukan oleh korban korupsi dalam rangka mempertahankan diri terhadap upaya pemerasan terhadap dirinya.

    Pengaturan mengenai kategorisasi perbuatan korupsi sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang No. 20 tahun 2001 ini bersifat lebih rinci dibandingkan pengaturan yang ada dalam undang-undang sebelumnya. Berdasarkan penafsiran terhadap ketentuan-ketentuan yang ada dalam Undang-undang No. 20 tahun 2001 jo Undang-undang No. 31 tahun 1999 maka tindak pidana korupsi dikategorisasikan menjadi dua, yaitu tindak pidana korupsi  dan tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Kategorisasi pertama tersebut dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 5 s/d 12 Undang-undang No. 20 tahun 2001 jo Pasal 13 s/d 16 UU No. 31 tahun 1999. Kategorisasi kedua dapat dilihat dalam 21 s/d 24 Undang-undang No. 31 tahun 1999.

2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Ulasan yang bagus, baca juga 30 Jenis/ Bentuk Korupsi Yang Harus Kita Pahami https://pencegahankorupsi.blogspot.com/2019/04/30-jenis-bentuk-korupsi-yang-harus-kita.html

    BalasHapus